Bila kalian merasa
penat dengan hiru-pikuk suasana perkotaan, cobalah untuk refreshing sejenak di
daerah pedesaan. Kali ini, saya akan membagikan pengalaman mengesankan saat
berkunjung ke Desa Wisata Tihingan.
Desa Wisata
Tihingan terletak di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Kata Tihingan
rupanya ditemukan dalam Prasasti Kumpulan Dr. GORIS, isinya yaitu “KABUKATING
LAKU LANGKAH KAYU TRING TIHING TANGGUNG YATHA TERIYA BESAR SENI” artinya “ada
suatu kelompok masyarakat yang bertugas untuk menjamin segala keperluan akan
kayu, demikian pula segala keperluan akan bambu dan alat dari bambu yang
berseni (dianyam) untuk dipergunakan oleh para penguasa pada aci di pura-pura
dalam upacara yadnya, kelompok ini mendapat hal bebas (luput) dari kewajiban-kewajiban
yang lain.
Saat berkunjung ke
desa wisata ini, saya dan rombongan disambut dengan welcome drink berupa loloh
don (daun) piduh. Cara pembuatannya yaitu, daun piduh diblender kemudian
ampasnya disaring. Airnya dicampur dengan gula batu. Rasanya pas di mulut,
tidak pahit dan juga tidak manis.
Sedikit informasi, daun piduh atau daun pegagan memiliki nama latin Centella asiatica. Tanaman yang tumbuh di perkebunan, ladang, dan persawahan ini kabarnya memiliki berbagai khasiat untuk mengobati penyakit dalam maupun luar, seperti masalah pencernaan, sakit kepala, hingga panas dalam.
Bila menilik kerajinan masyarakat, Tihingan dikenal dengan gamelannya. Kabarnya, pembuatan gamelan oleh masyarakat Tihingan telah ada sejak zaman Kerajaan Gelgel. Kalian dapat menyaksikan proses pembuatan gamelan di Desa Wisata Tihingan.
|
|
|
|
Gamelan ini rupanya tidak hanya menarik perhatian masyarakat lokal, namun juga turis mancanegara, seperti Amerika, Jepang, Belanda, dan lainnya. Oh, ya. Di sini juga terdapat peninggalan bersejarah berupa prapen. Prapen merupakan tempat untuk mengolah bahan logam untuk membuat gamelan. Tempat ini disucikan karena dipercaya sebagai tempat memuja Dewa Brahma.
Setelah puas
menyaksikan proses pembuatan gamelan, kami pun beristirahat makan siang. Masakan
Bali telah siap terhidang di atas meja. Hidangan yang disajikan sangat membuat
saya terpukau. Pasalnya, hidangan ini disajikan dengan ‘piring’ dari daun
kelapa.
Alas mejanya pun dari
anyaman daun kelapa. Tak ketinggalan, gelasnya terbuat dari bambu (dalam bahasa
Bali disebut tihing). Benar-benar sangat ramah lingkungan, ya.
Santap siang kami ditemani oleh pertunjukkan tari Bali serta keindahan pemandangan sawah.
Setelah mengisi
perut, kami pun mengeksplor keindahan persawahan di desa wisata ini.
Satu hal lagi yang
menarik perhatian kami ketika berkunjung ke sini, yaitu binatang berupa siput. Siput
ini banyak ditemukan di Desa Wisata Tihingan. Jangan khawatir, binatang ini
tidak berbahaya, kok.
Rasanya puas banget
deh berwisata ke tempat satu ini. Penyambutannya sangatlah baik dan ramah.
Terima kasih untuk Kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)
karena telah memberikan kepercayaan pada saya untuk mengikuti We Love Bali
program 16 sehingga saya berkesempatan untuk berkunjung ke Desa Wisata Tihingan.
Bagi kalian yang
tertarik merasakan pengalaman yang serupa, silakan berkunjung ke Desa Wisata
Tihingan. Untuk lebih jelasnya, bisa cek video berikut, ya.
0 Comments