Advertisement

Filsafat dan Teori Sosial Kritis

Peta Konsep

 1. Pengantar
Teori kritis secara historis dihubungkan dengan aktivitas madzhab Frankurt yang berlangsung pada awal 1920-an hingga akhir 1950-an. Aktivitas ini bertujuan untuk melampaui pembacaan yang semata-mata fungsional dan pragmatik terhadap teori-teori Marx melalui sebuah pendekatan kritis diri (self critical) yang secara konsisten mencermati hubungan antara teori-teori Marx dan budaya kontemporer. Dasar pemikiran kritis ini telah memberikan pengaruh pada berbagai ilmu sosial dan humaniora. Horkheimer yang merupakan salah satu tokoh teori kritis mengungkapkan bahwa teori kritis berniat untuk memberikan kesadaran demi membebaskan manusia dari masyarakat yang irasional. Hal yang menjadi perhatian dari teori ini adalah penindasan, ketidakadilan, dan ketidaksetaraan.
                                                                                                      
2. Teori Kritis: Ilmu yang Memberdayakan
2.1 Awal Kelahiran
Nama teori kritis diciptakan oleh Max Horkheim, salah seorang tokoh madzhab Frankurt yang cukup berpengaruh. Menurut Bartens, kata kritis mengandung dua pengertian, yaitu:
a.       Kritis terhadap ajaran-ajaran di bidang sosial yang tumbuh subur pada saat itu, termasuk marxisme ortodoks
b.      Kritis terhadap keadaan masyarakat pada saat itu yang tertindas oleh industri yang selanjutnya sangat memerlukan perubahan yang radikal.
Tokoh-tokoh kritis membuat penggolongan ilmu ke dalam dua kelompok, yakni teori tradisional dan teori kritis. Teori tradisional identik dengan kegiatan memberikan atau memiliki banyak kelemahan dan tidak pernah dapat berbuat sesuatu bila ada yang tidak beres dalam masyarakat. Selanjutnya, lahirlah teori kritis dalam rangka menjawab kelemahan-kelemahan teori tradisional tersebut.

 2.2 Isi Pokok Ajaran Kritis
Para pakar teori kritis mengajarkan teorinya secara beragam. Bertens (1983), Agger (1991), dan Magnis-Suseno (1992) menyatakan adanya benang dari ajaran Frankurt, yaitu sebagai berikut.
a.       Teori kritis sebagai teori pembebasan
Teori kritis lahir untuk membebaskan manusia dari usaha memanipulasi para teknokrat modern karena dalam masyarakat industri modern terjadi berbagai pengisapan dan penindasan. Agger berpendapat bahwa hal itu terjadi karena dunia industri dibangun dari akar positivisme, sebuah paradigma berpikir yang mengidealkan dunia ilmiah dengan prosedur ilmiahnya sebagai satu-satunya tujuan hidup. Dalam perspektif teori kritis, positivisme ini merupakan bentuk baru yang paling efektif dari ideologi kapitalis. Teori kritis berusaha untuk menggugat status quo yang memang dikehendaki oleh kaum positivis. Menurut Agger, kaum kritis berusaha mengajak masyarakat untuk mengembangkan kesadaran yang akan memecahkan identifikasi realitas dan rasionalitas, memandang fakta sosial bukan sebagai kendala fatalis yang tidak dapat dielakkan namun sebagai seperangkat sejarah yang dapat diubah.
b.      Teori kritis sebagai teori emansipatoris
Menurut Magnis, teori kritis memandang diri sebagai pewaris cita-cita Marx sebagai teori yang menjadi emansipatoris, yakni mau mengembalikan kemerdekaan manusia. Terkait dengan napas emansipatoris tersebut, teori kritis membuat transformasi dari paradigma kesadaran ke arah paradigma komunikasi yang memungkinkan dilakukannya strategi-strategi dalam kritik ideologi, pembangunan masyarakat, serta pembentukan gerakan sosial menjadi berkembang.
c.       Teori kritis adalah teori pencerahan
Magnis-Suseno berpandangan bahwa teori kritis ingin menciptakan sebuah kesadaran yang kritis, yakni ingin menjadi aufklarung atau pencerahan. Kita sering dibiasakan dengan suatu kebenaran yang menjadi akal sehat (common sense) yang tidak pernah dikritisi. Untuk kepentingan pencerahan, akal sehat harus diungkap kembali secara mendasar dan harus dikritik kembali.
  
3. Pengaruh Teori Kritis ke dalam Ilmu Bahasa
Terdapat empat pengaruh aliran filsafat dan sosiologi kritis terhadap sejumlah prinsip dalam kajian bahasa.
3.1 Munculnya Dikotomi Deskriptif dan Kritis
Munculnya dikotomi deskritif sebagai oposisi dari kritis mengakibatkan kemunculan dari linguistik, sosiolinguistik, pragmatik, dan analisis wacana yang deskriptif dan kritis.
3.2 Munculnya Kesadaran Dominasi dalam Bahasa
Kesadaran dominasi dalam bahasa merupakan bentuk lain dari kesadaran bahwa ilmu harus membebaskan manusia dari teknokrat modern.
3.3 Munculnya Semangat Emansipasi
Munculnya semangat emansipasi merupakan pemberdayaan agar konsumen bahasa (masyarakat yang tertindas) memiliki kemerdekaan dalam memberikan makna. Tidak ada lagi rezim pemaknaan yang memaksakan makna tertentu pada orang lain.
3.4 Munculnya Kesadaran Historis Kajian Bahasa
Pengaruh keempat yaitu munculnya kesadaran (kembali) memaknai secara historis kajian bahasa. Kajian bahasa berawal dari kajian historis pada akhir abad ke-19. Munculnya strukturalisme Saussure pada awal abad ke-20 telah meruntuhkan kajian historis ini. Saussure sejak awal lebih mengutamakan kajian sinkronis daripada kajian diakronis (historis).

4. Penutup
            Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat dikemukakan dua hal berikut.
a.       Teori kritis lahir dalam rangka menjawab kekurangan teori tradisional yang bersifat deskriptif, yakni sebuah ilmu yang hanya akan menguatkan keadaan status quo. Ilmu (sosial) tidak seharusnya hanya kontemplatif, afirmatif, dan deskriptif, melainkan harus bersifat kritis, praksis, dan emansipatif.
b.      Kemajuan di bidang industri dan informasi telah mengubah paradigma lama (penindasan dengan kekuatan fisik senjata) menjadi paradigma baru (penindasan melalui kekuatan bahasa). Berkaitan dengan hal itu, sudah seharusnya ilmu bahasa yang mengambil perspektif “kritis” mendapat perhatian untuk dikembangkan dalam berbagai bidang keilmuan.


Daftar Pustaka

Santoso, Anang. 2012. Studi Bahasa Kritis: Menguak Bahasa Membongkar Kuasa. Bandung: CV Mandar Maju

Post a Comment

0 Comments