Advertisement

METAFORA KONSEPTUAL PADA ARTIKEL DI TABLOID HALO JEPANG! (KAJIAN LINGUISTIK KOGNITIF)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Metafora sebagai salah satu jenis gaya bahasa banyak memanfaatkan perbandingan. Perbandingan tersebut merupakan salah satu cara dalam memahami sekaligus menampilkan aspek-aspek kehidupan secara berbeda (Ratna, 2015:252-253). Dikaitkan dengan fungsi bahasa sastra sebagai model kedua, maka metafora merupakan salah satu sarana bahasa yang penting untuk menampilkan mediasi-mediasi, membandingkan dua dunia dalam rangka memperoleh pemahaman baru serta kualitas estetika yang baru (Ratna, 2015:251).
Aristoteles merupakan orang yang menemukan istilah metafora (meta = melebihi, pherein = membawa). Filsuf besar Yunani tersebut menyatakan bahwa sekuat-kuatnya metafora sebagai konsep, fungsi utama metafora bersifat stilistik, ia merupakan alat untuk membuat cara berkomunikasi yang lebih prosais dan literal (Danesi, 2010:167).
Pada mulanya, metafora hanya dijadikan objek kajian dalam ilmu retorika. Akan tetapi, sekitar tahun 80-an para ahli linguistik kognitif seperti Lakoff & Jonson menjadikan majas, khususnya metafora, sebagai salah satu objek kajian linguistik kognitif yang banyak diminati (Sutedi, 2016:47). Hal ini dikarenakan metafora bukan semata-mata mengenai bahasa, melainkan juga struktur konseptual. Struktur konseptual bukan semata-mata merupakan gudang intelektualitas, melainkan juga pengalaman alamiah, seperti warna, bentuk, bunyi, dan sebagainya (Ratna, 2015:266-267).
Lakoff dan Johnson menamai kembali konsep-konsep abstrak yang dikemukakan Aristoteles sehingga terbentuk metafora konseptual. Metafora konseptual didefinisikan sebagai formula pemikiran metaforis yang dirampatkan dan menekankan jenis-jenis khusus tuturan metaforis (Danesi, 2010:170-171). Berikut adalah contoh dari metafora konseptual.
時間はお金である。
Time is money.
Waktu adalah uang.
(Taniguchi, 2009:68)
Pada contoh tersebut, kata 時間 (time, waktu) merupakan ranah target karena merupakan topik umum sedangkan お金 (money, uang) merupakan ranah sumber karena merupakan sumber dari konsep metafora. Kata 時間 (time, waktu) disamakan dengan お金 (money, uang). Hal ini dikarenakan 時間 (time, waktu) dan お金 (money, uang) memiliki kesamaan, yaitu memiliki batasan jumlah serta merupakan hal yang dianggap penting (Taniguchi, 2009:69).
Penggunaan metafora konseptual ditemukan pada artikel di tabloid Halo Jepang!. Halo Jepang! merupakan tabloid bulanan yang merupakan bagian dari kelompok The Daily Jakarta Shimbun. Dengan mengusung jargon “Titian Kabar Indonesia-Jepang”, tabloid ini menyajikan informasi mengenai Indonesia dan Jepang. Artikel di tabloid Halo Jepang! mengandung metafora konseptual yang menyandingkan berbagai hal berbeda. Hal yang disandingkan tersebut berada pada ranah target dan ranah sumber. Meskipun merupakan hal berbeda namun hal yang disandingkan tersebut memiliki kesamaan. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian mengenai metafora konseptual yang terdapat di tabloid Halo Jepang! dipandang perlu untuk dilakukan.
Gambar 1 Tahapan Analisis


1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji dan menganalisis ranah dari metafora konseptual yang terkandung pada artikel di tabloid Halo Jepang!. Ranah tersebut mencakup ranah target dan ranah sumber. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis persamaan yang terdapat pada kedua ranah dari metafora konseptual tersebut.

1.3  Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang terdapat dalam data kemudian disusul dengan analisis. Data pada penelitian ini diperoleh dari artikel di tabloid Halo Jepang! edisi Februari hingga November 2017. Dari edisi tersebut, digunakan enam artikel dengan delapan kalimat yang mengandung metafora konseptual. Data berupa delapan kalimat yang telah terkoleksi tersebut dianalisis menggunakan teori metafora konseptual yang dikemukakan oleh Taniguchi (2009) dan Danesi (2010). Berikut adalah ilustrasi tahapan-tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini.


BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Linguistik Kognitif
Linguistik kognitif merupakan pendekatan terbaru dalam mengkaji suatu bahasa yang muncul pada 1980-an. Tokoh aliran ini adalah George Lakoff & Mark Johnson, Ronald W. Langacker, dan lainnya. Aliran ini banyak didasari oleh konsep-konsep dalam psikologi kognitif, didasari oleh anggapan bahwa semua aspek bahasa dapat dikaji berdasarkan pada pengalaman manusia (Sutedi, 2010:171).
Linguistik kognitif memandang bahwa setiap fenomena bahasa pasti ada yang melatarbelakangi dan memotivasinya. Oleh karena itu, untuk mengamatinya, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang sebagai hasil dari pengalaman hidupnya (Sutedi, 2010:171).
Yoshimura (dalam Sutedi, 2010:171) mengatakan bahwa kata kognitif mengacu pada seluruh kegiatan manusia dalam memahami dan memaknai setiap pengalaman barunya secara subjektif dalam mengatur berbagai informasi yang diperoleh dengan tepat.

2.2 Metafora
Metafora secara tradisional didefinisikan sebagai penggunaan sebuah kata atau frasa untuk tujuan pernyataan kemiripan di antara dua hal (Danesi, 2010:165). Metafora dapat didefinisikan melalui dua pengertian, yaitu secara sempit dan luas. Secara sempit, metafora adalah majas seperti metonimia, sinekdoke, hiperbola, dan sebagainya. Pengertian secara luas meliputi semua bentuk kiasan, penggunaan bahasa yang dianggap menyimpang dari bahasa baku (Ratna, 2009:181).
Metafora berasal dari kata metaphora (Yunani) yang berarti mentransfer, mengalihkan, memindahkan, membawa dari satu tempat ke tempat lain. Kata ini dapat juga ditelusuri dari akar katanya, yang terdiri dari kata meta dan pherein. Meta berarti di samping, sesudah, mengatasi, dan melalui sedangkan pherein berarti mengandung, memikul, dan memuat. Membawa dari satu tempat ke tempat lain mengindikasikan ruang literal dan makna figuratif. Keduanya dihubungkan oleh kesamaan atau perbandingan secara implisit (Ratna, 2015:253).
Cormac dalam bukunya yang berjudul A Cognitive Theory of Metaphor mengungkapkan bahwa metafora adalah proses kognitif. Dalam hal ini, terdapat tiga macam proses yang terjadi dalam metafora, yaitu 1) metafora sebagai proses bahasa, perubahan dari bahasa sehari-hari ke metafora, baik dalam bentuk epiphors (mengekspresikan lebih dibandingkan dengan yang dimaksud maupun diaphors (mensugestikan lebih dibandingkan dengan yang diekspresikan, kembali lagi ke bahasa sehari-hari), 2) metafora sebagai proses linguistik, sebagai proses semantis dan sintaktis, 3) metafora sebagai proses kognitif itu sendiri. Menurut Cormac, tanpa proses kognitif maka pengetahuan dan proses linguistik tidak mungkin terjadi (Ratna, 2015:267).

2.3 Metafora Konseptual
Metafora konseptual didefinisikan sebagai formula pemikiran metaforis yang dirampatkan dan menekankan jenis-jenis khusus tuturan metaforis (Danesi, 2010:171). Salah satu hal mendasar dari metafora konseptual adalah adanya kemiripan di antara dua hal. Berbeda dengan metafora yang memiliki kemiripan secara konkret, kemiripan yang terdapat pada metafora konseptual bersifat abstrak karena berupa suatu konsep (Taniguchi, 2009:70).
Pada ungkapan 恋愛は旅である (love is a journey, cinta adalah sebuah perjalanan), (journey, perjalanan) yang merupakan pengalaman konkret disamakan dengan 恋愛 (love, cinta) yang merupakan pengalaman abstrak yang bersifat psikologis. Kata (journey, perjalanan) dan 恋愛 (love, cinta) memiliki kesamaan, yaitu sama-sama memiliki awal dan akhir atau tujuan (Taniguchi, 2009:70-71). Untuk lebih jelasnya, persamaan dari kata (journey, perjalanan) dan 恋愛 (love, cinta) dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2 Persamaan antara  (journey, perjalanan) dan 恋愛 (love, cinta) (Taniguchi, 2009:71)

Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa (journey, perjalanan) dan 恋愛 (love, cinta) sama-sama memiliki suatu titik yang menjadi awal atau permulaan. Keduanya perlu menempuh suatu jalan atau proses sebelum akhirnya mencapai akhir atau tujuan. Oleh karena itu, (journey, perjalanan) yang merupakan pengalaman konkret dikatakan memiliki kesamaan dengan 恋愛 (love, cinta) yang merupakan pengalaman abstrak yang bersifat psikologis.
Metafora konseptual terdiri dari dua bagian yang disebut ranah (domain). Ranah tersebut adalah ranah target dan ranah sumber. Ranah target (target domain) merupakan topik umum atau target dari metafora konseptual sedangkan ranah sumber (source domain) merepresentasikan kelas sarana yang mengantarkan metafora atau sumber konsep metafora (Danesi, 2010:172).



BAB III
PEMBAHASAN

Berikut adalah data yang mengandung metafora konseptual yang ditemukan pada penelitian ini.
(1) Japanscope, Teropong untuk Melihat Jepang dari Jauh
(Japanscope, Teropong untuk Melihat Jepang dari Jauh, Halo Jepang! Edisi Februari 2017 halaman 20)
Data (1) tersebut merupakan judul dari artikel di tabloid Halo Jepang!. Metafora konseptual yang terkandung dalam data tersebut adalah sebagai berikut.
                              Japanscope adalah teropong
 
 


Japanscope pada artikel ini adalah sebuah seri diskusi dan dialog cerdas yang informatif dan interaktif yang merupakan salah satu program dari Divisi Studi Jepang dan Pertukaran Intelektual dari The Japan Foundation, Jakarta. Pada data (1), Japanscope merupakan ranah target karena merupakan topik umum atau target dari metafora konseptual sedangkan teropong merupakan ranah sumber karena merepresentasikan kelas sarana yang mengantarkan metafora atau sumber konsep metafora. Japanscope yang merupakan kata benda abstrak disamakan dengan teropong yang merupakan kata benda konkret. Pada artikel tersebut dijelaskan bahwa Japanscope didesain untuk dapat melihat dari kejauhan dan menganalisis berbagai isu serta fenomena terbaru yang sedang terjadi di Jepang kemudian menghubungkan dan membandingkannya dengan fenomena yang terjadi di Indonesia. Sementara itu, teropong merupakan alat untuk melihat benda yang letaknya jauh (Sugono, 2008:1454). Fungsi Japanscope untuk melihat fenomena dari kejauhan menyerupai fungsi teropong, yaitu melihat benda yang berada pada jarak yang jauh. Kesamaan fungsi inilah yang membuat Japanscope disamakan dengan teropong.

(2) Japanscope sesi pertama secara umum mencoba untuk menggambarkan tentang bagaimana “pop culture” Jepang tumbuh dan berkembang dengan subur di Indonesia. Tanpa disadari, “pop culture” Jepang telah menjadi pintu masuk bagi orang Indonesia untuk lebih mengenal tentang Jepang.
(Japanscope, Teropong untuk Melihat Jepang dari Jauh, Halo Jepang! Edisi Februari 2017 halaman 20)
Metafora konseptual yang terkandung dalam data (2) adalah sebagai berikut.
                                     Pop culture adalah pintu masuk
 
 


Pada data (2), pop culture merupakan topik umum dari metafora konseptual dan pintu masuk merupakan sumber dari konsep metafora. Oleh karena itu, pop culture adalah ranah target sedangkan pintu masuk adalah ranah sumber. Pop culture merupakan kata benda abstrak sedangkan pintu masuk merupakan kata benda konkret. Pop culture (Jepang) merupakan budaya populer Jepang yang diakui dan dinikmati oleh masyarakat Jepang. Sementara itu, pintu masuk adalah benda yang terbuat dari papan atau lainnya yang secara khusus berfungsi untuk tempat masuk (Sugono, 2008:1079). Meski kedua kata benda ini secara nyata memiliki makna yang berbeda, namun keduanya memiliki persamaan. Persamaan antara pop culture dan pintu masuk adalah fungsinya sebagai perantara masuknya sesuatu. Pop culture Jepang seperti manga, anime, dan lainnya banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Melalui pop culture tersebut, masyarakat Indonesia yang awalnya tidak mengenal Jepang, pada akhirnya dapat memperoleh informasi dan pengetahuan tentang Jepang, seperti budaya, sejarah, atau informasi lainnya. Fungsi pop culture Jepang sebagai sarana untuk masuknya pengetahuan maupun informasi tentang Jepang di benak masyarakat Indonesia menyerupai fungsi pintu masuk, yaitu tempat masuknya sesuatu.

(3) Pengetahuan yang didapat di perusahaan tersebut adalah modal untuk mendirikan usaha ini.
(Asriyadi Chahyadi, Dari Pemagang Menjadi Pengusaha Pipa PVC di Osaka, Halo Jepang! Edisi Juni 2017 halaman 16)
Metafora konseptual yang terdapat pada data (3) yaitu sebagai berikut.                              
                              Pengetahuan adalah modal
 
 


Pada data (3), pengetahuan yang merupakan topik umum atau target dari metafora konseptual adalah ranah target. Di lain pihak, modal merepresentasikan kelas sarana yang mengantarkan metafora atau sumber konsep metafora sehingga merupakan ranah sumber. Pada data tersebut, pengetahuan yang merupakan kata benda abstrak disamakan dengan modal yang merupakan kata benda konkret. Pengetahuan memiliki makna kepandaian atau segala sesuatu yang diketahui (Sugono, 2008:1377). Sementara itu, modal memiliki makna barang yang digunakan sebagai dasar atau bekal untuk bekerja (Sugono, 2008:923). Modal umumnya berupa uang atau pun barang berharga lainnya. Pengetahuan dan modal memiliki kesamaan jika ditinjau dari segi nilai. Pengetahuan merupakan hal yang berharga, dengan pengetahuan seseorang dapat diakui oleh masyarakat sekitarnya serta dapat memperoleh pekerjaan yang layak untuk mendapatkan penghasilan. Modal pun merupakan sesuatu yang berharga. Modal dapat digunakan untuk berdagang atau melakukan pekerjaan lainnya sehingga menghasilkan sesuatu yang dapat menambah kekayaan. Jadi, persamaan antara pengetahuan dan modal yaitu sesuatu yang berharga yang dapat digunakan untuk memperoleh penghasilan.

(4) Ito Kanemasa membandingkan upayanya merawat sang istri seperti kegiatan melawan “kejahatan” tanpa henti. Kejahatan itu disebut demensia dan kini di Jepang, seperti bom waktu mengingat hal tersebut selalu bisa terjadi seiring usia kebanyakan penduduk yang semakin menua.
(Melawan Lupa, Halo Jepang! Edisi Juli 2017 halaman 11)
Metafora konseptual yang terkandung pada data (4) yaitu sebagai berikut.                         
                             Demensia adalah bom waktu
 
 


Pada data (4), demensia diibaratkan sebagai bom waktu. Pada data tersebut, topik umum dari metafora konseptual adalah demensia sedangkan sumber konsep metafora adalah bom waktu. Oleh karena itu, yang menjadi ranah target adalah demensia sedangkan bom waktu merupakan ranah sumber. Demensia adalah kata benda abstrak sedangkan bom waktu merupakan kata benda konkret. Demensia merupakan istilah yang mengacu pada sebuah penyakit berupa penurunan fungsional yang disebabkan oleh kerusakan pada sel-sel otak. Di lain pihak, bom waktu merupakan senjata berisi bahan peledak untuk menimbulkan kerusakan besar yang waktu meledaknya dapat diatur (Sugono, 2008:205). Demensia dan bom waktu memiliki persamaan, yaitu dapat menimbulkan kerusakan besar. Demensia menyebabkan penderitanya kehilangan ingatan, sulit berkomunikasi dan melakukan kegiatan sehari-hari, hingga dapat merubah perilaku dan kepribadian (Samiadi, 2016). Di sisi lain, bom waktu yang mengandung bahan peledak dapat menghancurkan segala sesuatu yang berada di sekitarnya. Perubahan besar yang mengarah pada hal negatif pada penderita demensia serta kehancuran yang dapat ditimbulkan oleh bom waktu menyebabkan dua hal ini disandingkan sehingga membentuk metafora konseptual.

(5) Selama dua abad ketika Jepang mengisolasi diri, Nagasaki adalah jendela untuk melihat ke dunia luar.
(Jejak-Jejak Eropa dan Masa Isolasi di Nagasaki, Halo Jepang! Edisi Juli 2017 halaman 13)
                               Metafora konseptual yang terdapat pada data (5) yaitu sebagai berikut.           
           Nagasaki adalah jendela
 
 


Pada data (5), Nagasaki merupakan topik umum dari metafora konseptual dan jendela merupakan sumber dari konsep metafora sehingga Nagasaki merupakan ranah target sedangkan jendela merupakan ranah sumber. Nagasaki termasuk koyuu meishi (固有名詞) yaitu nomina yang menyatakan nama-nama benda secara khusus, seperti nama daerah, nama negara, nama orang, nama buku, dan sebagainya sedangkan jendela merupakan futsuu meishi (普通名詞), yaitu nomina yang menyatakan nama-nama benda, barang, peristiwa, dan sebagainya yang bersifat umum (Terada Takanao dalam Sudjianto dan Dahidi, 2009:158-159). Kedua kata benda ini memiliki persamaan, yaitu tempat masuknya sesuatu. Nagasaki yang merupakan kota pelabuhan yang terletak di Pulau Kyushu tidak terisolasi pada saat Jepang mengisolasi diri dari pengaruh luar (sakoku, 鎖国). Pada masa itu, pengaruh dari Eropa berkembang pesat di Nagasaki, ilmu pengetahuan dari luar Jepang pun masuk dari Nagasaki. Peran Nagasaki sebagai tempat masuknya pengaruh luar saat Jepang mengisolasi diri memiliki kesamaan dengan fungsi jendela, yaitu sebagai lubang tempat keluar masuknya udara.

(6) Saya terinspirasi untuk membuat koreografi yang berbeda dalam peragaan busana. Apalagi Indonesia mempunyai begitu banyak ragam budaya dan tradisinya yang sangat indah dan harus kita pelihara menjadi pusaka bangsa seperti halnya batik. Karena budaya bagi saya adalah senjata untuk saling mengenal dan menjadi pemersatu dunia.
(Nita Azhar, Mempererat Pertalian Budaya Jawa dan Jepang, Halo Jepang! Edisi Juli 2017 halaman 16)
Metafora konseptual yang terdapat pada data (6) yaitu sebagai berikut.                              
                               Budaya adalah senjata
 
 


Pada data (6), budaya merupakan topik umum dari metafora konseptual dan senjata merupakan sumber dari konsep metafora sehingga budaya adalah ranah target sedangkan senjata adalah ranah sumber. Budaya yang merupakan kata benda abstrak disamakan dengan senjata yang merupakan kata benda konkret. Seorang antropolog, yaitu E.B. Tylor (dalam Soekanto, 2012:150), memberikan definisi mengenai budaya atau kebudayaan sebagai kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain-lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan dapat dinyatakan sebagai sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak, sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakatnya (Herimanto dan Winarno, 2010:25). Sementara itu, senjata memiliki makna alat yang dipakai untuk berkelahi atau berperang. Selain itu, senjata juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk memperoleh suatu maksud (Sugono, 2008:1274). Pada data (6), budaya digunakan sebagai alat untuk saling mengenal dan menjadi pemersatu dunia. Oleh karena itu, persamaan antara budaya dan senjata pada data (6) yaitu fungsinya sebagai alat yang digunakan untuk mencapai maksud tertentu.

(7) Dengan keyakinan bahasa adalah fondasi yang menghubungkan berbagai bangsa, Kanda University of International Study (KUIS) mendidik mahasiswa menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai budaya di dunia.
(Kanda University of International Study, Menjadi Jembatan Berbagai Budaya di Dunia, Halo Jepang! Edisi November 2017 halaman 18)
Metafora konseptual yang terdapat pada data (7) yaitu sebagai berikut.                              
                             Bahasa adalah fondasi
 
 


Pada data (7), bahasa merupakan topik umum dari metafora konseptual dan fondasi merupakan sumber dari konsep metafora. Ranah target pada data (7) adalah bahasa sedangkan fondasi adalah ranah sumber. Bahasa merupakan kata benda abstrak sedangkan fondasi merupakan kata benda konkret. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan pada orang lain (Sutedi, 2010:2). Sementara itu, fondasi merupakan dasar bangunan yang kuat, biasanya terletak di bawah permukaan tanah tempat bangunan itu didirikan (Sugono, 2008:396). Persamaan antara bahasa dan fondasi dapat dilihat dari fungsinya, yaitu sebagai dasar untuk membuat sesuatu menjadi lebih kuat atau baik. Bahasa adalah alat mendasar yang digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi sehingga komunikasi tersebut dapat berjalan dengan lancar. Terjalinnya komunikasi yang baik memang tidak bisa lepas dari peran bahasa. Di lain pihak, fondasi yang merupakan dasar bangunan memiliki fungsi untuk memperkokoh bangunan tersebut. Jadi, persamaan antara bahasa dan fondasi yaitu fungsinya untuk membuat sesuatu menjadi lebih kuat atau baik.

(8) Sebagai mahasiswa psikologi, pengalaman di KUIS adalah aset. “Melalui pengalaman bertemu banyak mahasiswa, saya dapat mempelajari budaya yang berbeda, melihat berbagai macam pola pikir, kepercayaan yang berlainan, kebiasaan yang berbeda, serta berbagai macam reaksi. Ini memperkaya pengetahuan saya tentang manusia,” kata Christine Yaputra.
(Kanda University of International Study, Menjadi Jembatan Berbagai Budaya di Dunia, Halo Jepang! Edisi November 2017 halaman 18)
Metafora konseptual yang terdapat pada data (8) yaitu sebagai berikut.                              
Pengalaman adalah aset
 




Pada data (8), pengalaman merupakan topik umum dari metafora konseptual dan aset merupakan sumber dari konsep metafora sehingga pengalaman adalah ranah target dan aset adalah ranah sumber. Pengalaman merupakan kata benda abstrak sedangkan aset merupakan kata benda konkret. Pengalaman merupakan hal yang pernah dialami oleh seseorang (Sugono, 2008:34). Di lain pihak, aset adalah sesuatu yang mempunyai nilai tukar. Aset juga dapat diartikan sebagai modal atau kekayaan (Sugono, 2008:92). Aset umumnya berupa barang atau benda berharga. Pengalaman dan aset memiliki persamaan dari segi nilai. Pengalaman membuat seseorang mengetahui dan mengenal berbagai hal secara langsung. Melalui pengalaman, seseorang dapat menambah pengetahuan yang dimilikinya. Oleh karena itu, pengalaman dapat dikatakan sebagai sesuatu yang berharga. Sementara itu, aset yang merupakan modal atau kekayaan juga merupakan benda yang berharga. Jadi, persamaan dari pengalaman dan aset adalah sesuatu yang berharga.


BAB IV
SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan, dapat diketahui bahwa metafora konseptual memiliki dua ranah yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
                                           X adalah Y
 
 



X merupakan topik umum dari metafora konseptual dan Y merupakan sumber dari konsep metafora. X adalah ranah target sedangkan Y adalah ranah sumber. Dari delapan data yang ditemukan pada penelitian ini, semua ranah target dan ranah sumber merupakan kata benda. Meskipun sama-sama merupakan kata benda, kategori kata benda dari ranah target dan ranah sumber tidak sama. Kategori kata benda dari ranah target lebih bersifat abstrak jika dibandingkan dengan ranah sumber.
            Hasil analisis terhadap persamaan antara ranah target dan ranah sumber pada delapan data tersebut menunjukkan bahwa persamaan tersebut dapat ditinjau dari segi fungsi, nilai, serta dampak yang ditimbulkan. Terdapat lima data yang menunjukkan adanya kesamaan fungsi antara ranah target dan ranah sumber, dua data yang menunjukkan kesamaan nilai dari ranah target dan ranah sumber, serta satu data yang menunjukkan adanya kesamaan dampak yang ditimbulkan dari ranah target dan ranah sumber.


DAFTAR PUSTAKA

Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra
Harismoyo, Joko. 2017. “Asriyadi Chahyadi, Dari Pemagang Menjadi Pengusaha Pipa PVC di Osaka”. Halo Jepang! Edisi Juni 2017, halaman 16
_________. 2017. “Kanda University of International Study, Menjadi Jembatan Berbagai Budaya di Dunia”. Halo Jepang! Edisi November 2017, halaman 18
_________. 2017. “Nita Azhar, Mempererat Pertalian Budaya Jawa dan Jepang”. Halo Jepang! Edisi Juli 2017, halaman 16
Herimanto dan Winarno. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara
Natsuko, Fukue. 2017. “Melawan Lupa”. Halo Jepang! Edisi Juli 2017, halaman 11
Nugroho, Purwoko Adhi. 2017. “Japanscope, Teropong untuk Melihat Jepang dari Jauh”. Halo Jepang! Edisi Februari 2017, halaman 20
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
_________. 2015. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Samiadi, Lika Aprilia. 2016. Demensia. Diakses dari website https://hellosehat.com/penyakit/demensia/amp/ pada 22 Desember 2017
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2009. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc
Sugono, Dendy. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sutedi, Dedi. 2010. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora
_________. 2016. Mengenal Linguistik Kognitif. Bandung: Humaniora
Taniguchi, Kazumi. 2009. Ninchi Gengogaku. Tokyo: Hitsuji Shobou
Triarsari, Diyah. 2017. “Jejak-Jejak Eropa dan Masa Isolasi di Nagasaki”. Halo Jepang! Edisi Juli 2017, halaman 13

Post a Comment

0 Comments