Advertisement

Epistemologi Positivistik


A. Positivisme

Saint Simon (sekitar 1825) merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah positivisme. Prinsip filosofik mengenai positivisme ini pertama kali dikembangkan oleh Francis Bacon (sekitar 1600), seorang empirist Inggris. Teori positivisme menyatakan bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid dan hanya fakta yang dapat menjadi objek pengetahuan sehingga positivisme menolak adanya segala subjek di belakang fakta serta metode luar yang digunakan untuk menelaah fakta tersebut. Positivisme ini berkembang menjadi dua, yaitu positivisme sosial dan positivisme evolusioner.

B. Positivisme Sosial

Positivisme sosial merupakan penjabaran lebih jauh dari kebutuhan masyarakat dan sejarah. Auguste Comte dan John Stuart Mill merupakan tokoh-tokoh utama positivisme sosial. Positivisme sosial mengembangkan ilmu terutama untuk mengembangkan organisasi sosial (Muhadjir, 1998:61).

1. August Comte
August Comte dikenal dengan penjenjangan sejarah alam pikir manusia yang meliputi teologik, metaphisik, dan positif. Pada jenjang teologik, manusia memandang bahwa segala sesuatu hidup dengan kemauan dan kehidupan seperti dirinya. Jenjang teologik ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap animism atau fetishisme (memandang bahwa setiap benda memiliki kemauannya sendiri), polytheisme (memandang bahwa sejumlah dewa menampilkan kemauannya pada sejumlah objek), dan monotheisme (memandang bahwa terdapat satu Tuhan yang menampilkan kemauannya pada beragam objek). Pada jenjang alam pikir metaphisik, abstraksi kemauan pribadi berubah menjadi abstraksi tentang sebab dan kekuatan alam semesta. Pada jenjang positif, alam pikir manusia mengadakan pencarian pada ilmu absolut, mencari kemauan terakhir atau sebab utama (Muhadjir, 1998:62).
Menurut Comte, terdapat tiga metode yang dapat digunakan dalam penelitian, yaitu pertama adalah observasi, kedua adalah eksperimentasi, kemudian untuk meneliti hal yang lebih kompleks dapat dilakukan dengan metode penelitian komparasi. Comte merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah sosiologi untuk mengganti istilah phisique sociale dari Quetelet. Untuk tujuan analisis, ia juga membedakan social statics dan social dynamic, serta konsep order (terjadi jika masyarakat berpegang pada prinsip dasar yang sama dan memiliki persamaan pendapat) dan progress (misalnya saat kemunculan idee Protestantisme dan revolusi Perancis).

2. Bentham dan Mill
Jeremy Bentham dan James Mill merupakan tokoh yang juga memberi landasan positivisme. Keduanya berpandangan bahwa ilmu yang valid adalah yang berdasar pada fakta. Mill berpandangan bahwa kebebasan manusia bagaikan a sacred fortress (benteng suci) yang aman dari penyusupan otoritas apa pun dan menolak kekuatan absolut dari agama.

C. Positivisme Evolusioner

Positivisme evolusioner menggunakan doktrin evolusi biologik serta bersumber dari fisika dan biologi.
1.   Herbert Spencer
Diilhami oleh konsep evolusi (proses dari homogen ke heterogen, dari sederhana ke kompleks) biologik, Spencer berpendapat bahwa pengetahuan manusia hanya terbatas pada kawasan fenomena. Ia juga mengemukakan bahwa sosiologi merupakan disiplin ilmu teoretik yang mendeskripsikan perkembangan masyarakat.

2.   Haeckel dan Monisme
Haeckel berpandangan bahwa hal dan kesadaran menampilkan sikap yang berbeda namun memiliki substansi yang sama (monistik) sedangkan Lombrosso berpandangan bahwa perilaku kriminal bersifat positivistik biologik deterministik. Penganut positivisme evolusioner, Wilhelm Wundt kemudian mengemukakan teori paralelisme psykhophisik yang menentang monism materialistik Lombrosso.

D. Positivisme Kritis

1. Mach dan Avenarius
Mach dan Avenarius berpandangan bahwa fakta merupakan satu-satunya jenis unsur untuk membangun realitas (sejumlah rangkaian hubungan indriawi yang relatif stabil). Mach juga berpendapat bahwa konsep merupakan abstraksi selektif atas sejumlah fakta yang pemilihannya didominasi oleh hal yang biologik.
2. Pearson
Karl Pearson berpendapat bahwa hukum bukanlah persepsi melainkan merupakan deskripsi tentang dunia luar. Bersama dengan Mach, Pearson juga hendak membebaskan pengertian kausalitas dari konsep paksaan.

3. Petzoldt
Joseph Petzoldt mengemukakan konsep law of univocal determination untuk mengganti prinsip kausalitas yang memungkinkan seseorang memilih kondisi yang lebih efektif terhadap determinasi fenomena. Kesimpulan dari konsep ini yaitu hukum hanya memberi efek logis, tidak sampai efek fisik.

E. Positivisme Logik

A. E. Blumberg dan Herbert Feigel memberi nama positivisme logik ini pada 1932.

1. Kelompok Wina dengan yang Sepaham di Luar Jerman
Kelompok Wina merupakan minoritas di Eropa. Mereka pernah hadir di Stanford untuk menampilkan manifesto positivistik, yaitu mengenai positivisme Hume dan Mach, metodologi ilmiah dari Helmholtz dan Einstein, logika dari Leibniz hingga Russel, moralist utilitarian dari Epicurus hingga Mill, dan para sociologist seperti Feuerbach dan Spencer, tanpa menampilkan tradisi idealism Jerman, Kant.

2. Kritik terhadap Filsafat Tradisional
Para positivist logik menolak yang absolut karena hal itu dipandang merupakan kebenaran di luar waktu, sesuatu yang transenden, ilusi, dan tak bermakna. Mereka berpandangan bahwa dunia abadi itu tidak dapat dibuktikan keberadaannya.

3. Positivisme dan Ethik
Positivisme logik menolak ethik transedental yang berada di kawasan metaphisik. Epistemologi Neo-Kantian dikenal sebagai epistemologi positivistik yang menolak bentuk ethik transenden (Muhadjir, 1998:67).

4. Prinsip Veriabilitas
Penerapan prinsip veriabilitas terhadap sesuatu yang benar merupakan salah satu prinsip utama dalam positivisme. Ramsey dan Schlick menyarankan prinsip ini untuk diganti dengan konsep confirmabilitas (menekankan pada dapat tidaknya dipakai untuk membuat inferensi) sedangkan ahli lain menyarankan konsep testabilitas (menekankan pada objektivitas yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk mengujinya).

5. Unifikasi Ilmu
Positivisme logik berupaya untuk menyatukan ilmu namun mendapat kesulitan karena pengalaman psikologik manusia terhadap dunia berbeda-beda. Untuk mengatasi hal tersebut, Schlik menampilkan konsep struktur dan isi, walaupun isi beragam namun struktur pengalaman psikologik setiap orang adalah sama.


F. Empirik Sensual Reduksionis

Ontologik, positivime hanya mengakui suatu hal sebagai nyata dan benar bila hal tersebut dapat diamati serta dideskripsikan secara indriawi. Hal yang ada di hati dan pikiran jika tidak dideskripsikan melalui perilaku tidak dapat diterima sebagai fakta dan tidak dapat dijadikan dasar untuk membuktikan kebenaran suatu hal.


Daftar Pustaka

Muhadjir, Noeng. 1998. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin

Post a Comment

0 Comments